Kamis, 03 September 2015

Hidayah

Ajarkan Anak Bersyukur
Sejak Dini

VIRUS hedonisme kini menginfeksi sebagian besar masyarakat. Tayangan di televisi yang mempertontonkan kemewahan menjadi salah satu penyumbang perilaku konsumtif. Ini pula yang membuat Ayub (semua nama disamarkan) <I>ketar-ketir<P>. Ia memiliki dua anak, si sulung duduk di kelas 1 SMP. Sementara si bungsu, baru belajar di bangku kelas 4 SD. Ia tak ingin anak-anaknya ketularan virus hedonisme.
"Aku ingin anak-anak bisa terfilter dari hal-hal negatif. Bagaimana ya caranya supaya mereka bisa bersyukur atas apa yang sudah diberi Allah SWT. Menurutku itu sangat penting diajarkan sejak dini," ujar Ayub saat ngobrol santai di teras depan rumah bersama istrinya, Zahra.
Zahra menimpali, memang tidak mudah membuat anak bisa bersyukur. Sebab, mereka sudah merasakan nyaman. "Perlu dibuat kegiatan yang sifatnya menumbuhkan rasa syukur di benak mereka," ujar Zahra. Petang itu tak diperoleh kesimpulan kegiatan apa yang dapat mendorong anaknya bisa bersyukur sejak dini.
Hingga suatu sore saat melihat ada sebuah iklan di televisi yang menyiarkan mengenai pembagian nasi bungkus untuk fakir miskin, tiba-tiba Ayub punya ide. "Bagaimana bu kalau anak-anak kita ajak duduk di bangku taman kota. Di sana pasti banyak orang yang kurang beruntung. Dari situ kita beri mereka pemahaman perlunya bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang sudah kita peroleh," ujar Ayub.
Pada hari Minggu sore, Ayub mengajak istrinya, si sulung Sabili dan si bungsu Annisa untuk bermain di taman kota. Saat itu ada penjual sate yang melintas. Mereka lantas memesan empat porsi sate. Saat menyantap itu ada seorang pengemis yang meminta-minta. Oleh Ayub, pengemis itu diberi Rp 1.000.
"Sate ini mungkin bagi kalian rasanya biasa saja. Tapi bagi orang-orang lapar seperti pengemis itu, rasanya sangat lezat. Kalian harus bersyukur, karena tidak perlu sampai mengemis untuk memperoleh makanan. Ayah dan bunda masih bisa memberi makanan yang layak dan bergizi. Itu nikmat dari Allah SWT yang tidak terhingga, makanya harus bersyukur. Salah satu caranya dengan tidak menghamburkan uang dan memberikan sebagian rezeki kita kepada orang yang membutuhkan," ujar Ayub disambut anggukan kedua anaknya.
Seusai menyantap sate, mereka membeli empat gelas teh hangat di sebuah warung. Saat membeli itu, si penjual berujar jika dagangannya sepi karena semakin banyak pesaing yang berdagang sejenis. "Sekarang bisa untung bersih Rp 50.000 per hari saja sudah bersyukur," ujar si penjual sembari menyerahkan teh hangat.
Sabili dan Anisa tampak terbengong mendengarkan penjelasan si penjual. Uang Rp 50.000 mereka peroleh dengan sangat mudah. Uang saku mereka Rp 50.000 untuk 5 hari. Tak perlu bersusah payah ayahnya sudah memberi uang tersebut.
"Kalian dengar sendiri kan, betapa susahnya mencari rezeki yang halal. Meski begitu, harus diperjuangkan karena dari situ Allah SWT memberikan berkah dalam kehidupan kita," ujar Ayub. "Karenanya kalian harus bersyukur atas apa yang diperoleh hingga saat ini."
Semenjak rutin diperlihatkan orang-orang yang kurang beruntung kedua anaknya tumbuh menjadi pribadi yang sederhana dan tidak pernah meminta yang neko-neko. Mereka juga sangat sungguh-sungguh belajar di sekolah karena mereka menjadi paham bahwa ilmu pengetahuan akan membawa mereka dalam kesejahteraan.
"Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari." (QS. An-Naml : 40)  (Oin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar