Jumat, 11 September 2015

Hidayah

Bisnis Tanpa Jimat

SEORANG penjual tampak menaburkan bunga di tempat usahanya. Tangannya kemudian memercikkan air mengelilingi gerobak yang akan digunakan untuk menjual makanan. Sejurus kemudian mulutnya komat-kamit merapal mantra.
Wadi (semua nama disamarkan) menggelengkan kepala. Ia beristighfar melihat fenomena itu. Di sepanjang jalan besar itu memang banyak penjual. Dari makanan kecil hingga makanan berat pengenyang perut. Sebagian pedagang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan agama, yakni mencari dukun untuk mendapatkan jimat pelaris.
"Kita istikamah saja mencari rezeki dengan cara yang halal. Tidak usah ikut-ikutan cara seperti itu," ujar istrinya, Aminah, mengingatkan.
Wadi bersama istrinya menjual aneka gorengan. Untuk menyikapi rekan sesama pedagang yang menggunakan cara keliru itu, Wadi memperbanyak berzikir, beristighfar dan bersalawat usai salat. Ia berdagang dari pukul 07.00 hingga pukul 17.00. Setiap kali azan berkumandang, ia akan meninggalkan lapaknya untuk mendirikan salat lima waktu berjemaah di masjid. Sementara yang jaga dagangan adalah istrinya. Minimal ia salat adalah 15 menit. Waktu sepanjang itu ia gunakan untuk mengingat Allah SWT. Ia yakin jika dagang sembari mengingat Allah SWT maka dagangannya laris.
"Ikut saya saja. Nanti daganganmu akan laris. Biayanya nggak mahal kok," ajak Kirman, salah satu pedagang yang menggunakan jimat saat dagang. Dengan nada halus Wadi menolak ajakan temannya itu.
Keyakinannya akan kekuatan Allah SWT sebagai Tuhan pemberi rezeki membuat dagangannya tetap laku meski saingan sangat banyak. Selain menghidangkan sajian yang lezat, ia juga menjaga kebersihan lapaknya sehingga terlihat enak dilihat. Selain itu, ia kerap memberikan bonus gorengan untuk pelanggan.
Tak heran meski ada tiga pedagang serupa di jalan tersebut, banyak pembeli yang datang ke lapaknya. "Pak, jangan lupa, setiap hari disisihkan Rp 5.000 dimasukkan ke kotak infak masjid. Sebab, kita juga meminta air ke masjid," ujar istrinya. Jika keuntungan lebih banyak dari biasanya, maka Wadi tak sungkan memasukkan Rp 10.000 ke kotak infak masjid.
Rasa yakin dan istikamah atas rezeki dari Allah SWT membuat pembeli terus mengalir. Ia ingin mencontohkan kepada kawan-kawannya sesama pedagang bahwa dengan cara syariah, bisnis yang dijalankan akan membawa berkah dan rezeki.
Melalui pendekatan perlahan-lahan, Wadi mulai mengajak teman-temannya untuk meninggalkan cara tidak baik itu. Wadi memperkenalkan tentang ekonomi syariah dan bagaimana berdagang sesuai teladan Rasulullah SAW. Setelah melalui jalan panjang, beberapa temannya mulai mengikuti jalan yang ditempuh Wadi, meninggalkan hal-hal yang berbau syirik saat berdagang. (Oin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar