Minggu, 27 September 2015

Hidayah

Daging Kurban

Pembawa Kebahagiaan

TAHUN ini Abdullah (semua nama disamarkan) bersyukur bisa berkurban. Lantaran satu ekor sapi untuk tujuh sohibul kurban, dia bergabung dengan sejumlah tetangganya yang sudah terlebih dahulu mendaftar di masjid tak jauh dari kediamannya.
"Kita harus bersyukur karena sudah diberi nikmat dari Allah SWT yang demikian banyak. Karena itu kalau rezeki melimpah, kita harus kurban," ujar Abdullah kepada dua anaknya yang beranjak dewasa usai melaksanakan Salat Idul Adha.
Karena sebagai sohibul kurban, Abdullah menerima daging sapi lebih banyak. Ia pun kebingungan dengan daging sebanyak itu. Sementara, jumlah keluarganya hanya 4 orang.
"Kalau disimpan di <I>freezer<P> terlalu lama juga tidak baik. Kita ambil satu kilogram saja, bisa buat masak sampai hampir satu minggu," ujar Aminah, istri Abdullah.
Abdullah pun terdiam sejenak sempari melihat daging sapi sebanyak 5 kilogram yang diberikan panitia kepada keluarganya. "Bagaimana kalau kita berikan saja daging kurban jatah kita ini untuk kaum dhuafa yang tidak jauh dari rumah kita. Kan kalau bukan sohibul dapat dagingnya cuma sedikit," usul Abdullah kepada istrinya.
Akhirnya disepakati oleh pasangan suami-istri itu untuk mengambil 1 kg daging sapi. Sementara 4 kg lainnya diberikan kepada orang lain. Mereka mengidentifikasi ada 8 orang kaum dhuafa yang ada di sekitar rumahnya. Karena itu, Abdullah membungkus daging sapi menjadi 8 plastik dengan berat setengah kilogram.
"Langsung kita berikan saja, takut daging basi," ujar Abdullah sembari melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Abdullah dan istrinya lantas mengunjungi rumah 8 kaum dhuafa itu.
Mendapat tambahan daging sapi sebanyak setengah kilogram mereka sangat girang. Terutama kaum dhuafa yang memiliki anggota keluarga lebih dari 4 orang. "Alhamdulillah ya pak, jadi cukup untuk anggota keluarga kami yang jumlahnya 6 orang. Semoga keberkahan selalu menaungi bapak sekeluarga," ujar Sukir, salah satu kaum dhuafa yang mendapatkan daging sapi dari Abullah.
Mendapati orang-orang bahagia mendapatkan daging sapi, Abdullah dan istrinya tampak berlega hati. Mereka tak ingin daging sapi yang diperoleh keluarganya teronggok tanpa arti di  freezer kulkas. Dengan berbagi daging kurban jatahnya kepada kaum dhuafa, keluarga Abdullah mendapatkan kepuasan hati dan kebahagiaan ganda. "Daging kurban kita tidak hanya membuat bahagia orang lain, kita pun bahagia karena melihat orang lain dapat tersenyum dapat tambahan daging kurban," ujar Abdullah. (Oin)

TREN BATU AKIK

Dulu Booming, Sekarang Pusing



Dijual batu liontin 12 biji borongan 300rb saja. Batu cincin 33 biji cuma 350rb, lokasi Tugu Jogja. Minat hubungi 081904xxxxxx

BEGITU bunyi iklan yang ditawarkan lewat Facebook (FB) lengkap dengan foto yang memperlihatkan puluhan batu yang dijual oleh pengelola FB beberapa hari lalu.
IKlan-iklan semacam ini pun sering kita temui di berbagai media sosial, yang rata-rata menawarkan harga murah meriah beragam macam batu akik dari berbagai penjuru. Padahal sebelumnya harga yang ditawarkan jauh di atas harga yang diobralkan sekarang. Booming batu akik turun. Dulu Booming, Sekarang sempat bikin Pusing.
Pertanyaan inilah yang kemudian banyak dilontarkan, bukan saja masyarakat pembeli tetapi juga pelaku usaha, pedagang dan perajin batu akik. Tak cuma batu, pasar cangkang (emban) pun ikut terperosok keadaan. Kalau biasanya emban Titanium bisa dijual hingga Rp 70 ribu, kini terjun ke harga Rp 35 ribu.
Di Pasar Anyar, Jalan Dewi Sartika Jakarta salah satunya. Penjualan menurun hingga 70 persen sudah dirasakan pada bulan Juni lalu. Penjual batu akik, Fendi (43) menuturkan, salah satu indikasi menurunnya minat batu akik adalah penurunan jumlah penjualan ring atau gagang batu akik.
Selain sepi peminat, bahan baku juga mulai sulit didapat. Terutama bahan baku yang nilainya mahal atau berkelas. Seperti batu akik bacan, lavender, suliki payakumbuh, biosolar aceh, belimbing, dan neon aceh.
Demikian pula pusat batu akik terbesar di Indonesia, di Pasar Rawa Bening, Jatinegara, Jakarta Timur. Seorang pedagang menyebut demam batu akik yang dulu terjadi, saat ini mulai meredup dan membuat omset penjualan mereka turun drastis hingga mencapai 90 persen.
Ridwan (47) pedagang batu akik di Pasar Rawa Bening, mengatakan dagangannya tak lagi laku seperti dulu.
“Dulu sehari bisa dapat Rp 50 juta, sekarang dapat Rp 5 juta saja sudah bersyukur,” katanya belum lama ini seperti dilansir Poskotanews.
Menurut Ridwan, turunnya penjualan batu akik sudah terjadi pasca Lebaran. Namun setelah itu, pengunjung pusat batu akik terbesar ini terus berkurang.
“Setiap hari semakin sepi, yang datang pun bisa dihitung. Beda dengan beberapa waktu lalu yang untuk jalan saja susah karena banyaknya pengunjung,” ungkapnya.
Ridwan menyebut turunnya omset penjulan tidak terjadi secara berangsur-angsur. Namun, omset penjualan langsung turun drastis dan membuat para pedagang kebingungan.
“Ini batu yang baru dibeli beberapa bulan lalu saja masih ada. Biasanya paling lama hanya dua minggu stok barang saya habis,” tuturnya.
Ketua Umum Koperasi Pasar Rawa Bening, H. Darto Caswan menilai, terjadinya penurunan penjualan karena selama ini batu yang masuk ke Jakarta sudah tak terhitung. Bahkan, beberapa warga negara asing juga ikut menawarkan batu. “Karena mereka (WNA) juga hukum pasar tidak berjalan. Karena batu menumpuk dan harga pun menjadi tak terkendali,” ujarnya.
Dikatakan Caswan, sepinya penunjung yang datang, membuat kawasan pasar Rawa Bening, kembali seperti sedia kala. Dimana mereka yang datang hanya merupakan para pencinta batu akik yang benar-benar cinta akan seni dan keindahan dari batu tersebut. “Batu itu tidak pernah ada habisnya, hal inilah yang masih menjadi kebutuhan para pecinta batu,” ungkapnya.
Data kuartal pertama 2015 silam juga menunjukkan tingkat pembelian batu giok dan akik di Aceh mulai mengalami penurunan. Pedagang maupun pecinta batu mengeluh omzet mereka menurun drastis dibanding bulan sebelumnya. Padahal saat itu, booming masih dirasakan di berbagai daerah, tak terkecuali Yogyakarta.
Sekjen Pecinta Batu Aceh, Hendro, mengatakan, permintaan batu giok biasa di Banda Aceh memang menurun drastis dibanding saat baru-baru booming batu Aceh. Sedangkan untuk batu berkualitas super, tingkat pembeliannya masih tetap.
"Pasar mulai jenuh sekarang, pembelinya mulai sepi. Tapi kalau yang kualitas super masih tetap ada karena hanya orang-orang tertentu yang membeli," kata Hendro kepada wartawan seperti dikutip situs online nasional.
Pasar batu memang tak hanya melulu di pusat perdagangan batu maupun pameran. Pasar online yang semula menjadi lahan basah pedagang batu pun merasakan hal yang sama, sepi. Indikasinya dilihat dari traffic pengunjung yang kian hari makin anjlok.
Di Yogyakarta, meski tak ada sentral batu akik sebagaimana di Jakarta, namun gejala penurunan sebenarnya sudah bisa diprediksi ketika agenda pameran dan bursa batu seperti tak terkendali. Dalam waktu bersamaan bisa digelar pameran batu di tempat yang berbeda. Padahal para pedagangnya bisa dipastikan separoh lebih sama, alias tak ada bedanya. Para pengunjung yang biasanya rela berjubel di arena pameran, lambat laun mulai berkurang.
Penyelenggara pameran dan kontes batu di Jogja Gemstone Center di XT Square Yogya, Dody Aditya mengungkapkan, dibanding awal-awal booming batu mulia/akik, sekarang ini sering terdengar cerita sebagian peserta pameran mengalami penurunan tingkat penjualan. Ia menduga,  pada awal-awal booming banyak konsumen yang membeli dalam jumlah banyak meski belum tahu kualitas/jenis batu, misalnya 10 biji sekali membeli. Dalam perjalanannya lebih mengutamakan kualitas/gengsi, sehingga sekali membeli bisa cukup satu sampai dua biji tapi benar-benar batu berkualitas.
“Agar bisa mendukung tingkat pembelian, di sini kami juga mengadakan bagi-bagi dooprize untuk pengunjung maupun peserta pameran. Rutin juga kami selenggarakan kontes batu,” papar Dody.
Lain halnya dituturkan Priyo Edi Praseto bersama istrinya Yayuk, meski diakui pasar menurun, tapi hal itu dianggapnya biasa. Awalnya rutin mengikuti pameran dari satu tempat ke tempat lain seperti di KR, XT Square dan JEC. Sebagai pedagang, Priyo mengaku sudah hal biasa mengalami sepi maupun ramai. Agar tidak merasa capek, akhirnya memilih sewa stan menetap di Gedung C2 XT Square.
Lain halnya dengan Jhony Petra mengaku selepas Idul Fitri lalu sudah merasakan tanda-tanda tingkat penjualan batu akik/mulia dan asesorisnya mengalami penurunan.
“Menurut saya ada banyak faktor menurunnya tingkat penjualan batu mulia maupun akik di pameran, antara lain banyak pedagang dari Jakarta turun ke Yogya seperti dengan menyewa ruko untuk berjualan batu. Banyaknya pameran dan bursa batu di berbagai tempat saling bebarengan juga ikut berpengaruh,” keluh Jhony. (Aja/Yan)

Senin, 21 September 2015

BATU BATIK ARJUNA

Batu Baru Asal Wonogiri


SEBAGIAN
penggemar batu akik merasa senang dengan mengoleksi batu-batu lokal dari berbagai daerah di Indonesia. Satu di antaranya batu asal Wonogiri, yakni jenis  fire opal atau barjad api. Selain barjad api, bahkan ditemukan lagi jenis batu bernama batik arjuna.
Menurut pelaku jual beli batu mulia/akik asal Jalan Veteran Yogya, Akta Yudha, batik arjuna tergolong jenis batu baru asal Wonogiri dan belum banyak dijualbelikan. Ciri khasmya antara lain mempunyai motif batik-batik, bahkan jika beruntung dapat menemukan motif gambar seperti pemandangan, huruf, angka, sosok maupun satwa. Tingkat kekerasan batu antara tiga sampai lima skala mohs.
“Kami sudah menyediakan jenis batu akik berasal dari Wonogiri ini, baik masih bahan maupun sudah digosok. Harga sudah digosok rata-rata Rp 100.000 perbiji, ketika ditemukan gambar dan berkualitas  ada yang sampai Rp 2 juta perbiji,” jelas Yudha.
Batu gambar berkualitas, sebutnya, antara lain dinilai dari tingkat kejelasan gambar, warna, keunikan/kelangkaan dan jenis batunya. Ketika menemukan motif gambar dalam batu, namun gambar tak jelas atau tak detail, biasanya akan dihargai lebih murah. Ketika diikutkan lomba, nilai yang dikumpulkan juga tak bisa maksimal. Ia sendiri mempunyai sejumlah jenis batu bergambar yang dikoleksi, bahkan dalam satu liontin (bolak-balik) ditemukan sampai delapan gambar.
“Liontin dengan delapan gambar ini sudah kami banderol Rp 8 juta. Lain halnya dengan motif gambar Gunung Merapi meletus cukup Rp  4 juta,” papar Yudha sembari menunjukkan batu bergambar yang dimaksud.
Ditambahkan, sebagian jenis batu yang dijualbelikan berasal dari luar Pulau Jawa, antara lain jenis kecubung ungu, red Borneo, giok sojol, black opal, bulu macan dan mata dewa. Ada lagi fosil-fosil kayu asal Jambi.  Berbagai pameran batu mulia/akik pernah diikuti, misalnya di Balaikota Yogya, XT Square, Dalem Notoprajan, KR, TVRI, JEC dan Bamboo Resto.  (Yan)

Minggu, 20 September 2015

Hidayah

Hanya Kepada Tuhan

Ia Mengemis

ORANG seringkali gumun dan kagetan ketika melihat sukses orang lain. Mereka cenderung melihat sukses ketimbang ngangsu kaweruh proses seseorang menjadi pribadi yang berhasil sebagai pengusaha maupun pejabat dan profesi-profesi lain.
Dan itulah yang kemudian dicermati Dawam (48) sejak ia masih duduk di bangku SMP, setahun setelah ayahandanya wafat. Syahdan, ia kemudian ikut putar otak mempelajari via Koran tentang kisah sukses orang-orang. Satu pelajaran berharga adalah; bersemangat baja, menggantungkan cita-cita setinggi langit, dan terakhir berprinsip tidak mau menjadi pengemis alias kecenderungan menadahkan tangan meminta belas kasihan orang lain.
“Tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah,” gumamnya saat pertama kali terjun di jalanan sebagai tukang lap spion mobil dan sepeda motor yang diparkir di emperan toko. Itu dilakukannya setiap kali seusai dia pulang sekolah.
Ibundanya, Nurmediati yang penjual gorengan tempe kaget manakala suatu sore diberi uang oleh Dawam.
“Uang sebanyak ini. Darimana kamu, mencurikah?” tanya Nurmediati.
“Saya anak ibu. Diajarkan ibu untuk menjadi anak soleh. Mana mungkin saya mencuri,”
“Lantas darimana? Atau kamu mengemis seperti anak-anak seberang sungai itu. Asal tau, begini-begini ibu masih sanggup memberimu makan setiap hari. Jangan pernah kau mengemis,” kejar Nurmediati penuh selidik.
“Saya anak ibu, mana mungkin saya mengemis. Ini uang halal, hasil saya bekerja mengelap motor dan spion mobil. Mohon terimalah untuk ditabung tambah modal,” jawab Dawam, yang kemudian didekap Nurmediati.
Dawam tak berhenti di situ. Menginjak usia lepas remaja malah getol mencari uang dengan cara apa pun. Ia rajin membaca koran, tak terkecuali rubrik iklan. Ia juga pintar ‘pasang telinga’ untuk mengetahui orang-orang yang butuh membeli barang bekas. Istilah kerennya, Dawam mulai keranjingan sebagai makelar jual-beli barang bekas.
Dari sanalah ia bisa membayar uang sekolah, bahkan kemudian membayar uang kuliah hingga lulus sebagai sarjana hukum. Maka tak heran kalau kemudian dia kini menjadi legal konsultan untuk sejumlah perusahaan bonafid.
“Siapa bilang untuk memperoleh uang harus mengeluarkan uang?” ucap Dawam saat didapuk menjadi pembicara dalam sebuah seminar kiat sukses sebagai profesionalis bidang hukum dan ekonomi.
Orang-orang takjub. Orang-orang setengah tak percaya. Tapi mereka pada akhirnya mengacungi jempol, sebagian di antaranya bahkan mengikuti jejak Dawam yang juga sebagai pengusaha perbengkelan kapal di sebuah kota kecil di pantai utara Jawa Tengah.
“Ingat, niat, semangat adalah suatu hal. Tapi hal lain yang lebih penting adalah jangan sekali-kali merendahkan dirimu dengan bermental pengemis,” kata Dawam.
Di luar itu, lanjut dia, bakti terhadap ibu. Itulah yang utama. “Mengemislah hanya kepada Allah,” pungkas mantan ‘anjal’ alias ‘anak jalanan’ yang telah menorehkan sukses ini. (Met)    

Hidayah

Allah SWT Selalu Mengawasi


SADAR
tidak bisa mengawasi anak selama 24 jam non stop mendorong Zafira (semua nama disamarkan) mencoba menanamkan kehadiran Allah SWT dalam kehidupan kepada anak-anaknya. Ya, sedari kecil Zafira sudah menanamkan nilai ketauhidan melalui praktik sehari-hari.
Misalnya, pada suatu hari ia mencoba menjatuhkan uang Rp 10.000 di rumah. Ia tes anaknya apakah uang itu dikembalikan atau justru disimpan. Ternyata, anaknya yang saat itu duduk di bangku SMP justru menyimpan dan tidak mengembalikan uang tersebut.
Zafira tidak memarahi anaknya. Hanya saja saat makan malam, ia membuka dialog tentang Allah SWT Yang Maha Tahu. "Allah SWT itu Maha Tahu lho nak. Jadi kalian harus jadi anak yang baik dan menjalankan perintah agama setiap waktu. Sebab, Allah SWT selalu melihat tingkah laku kalian. Allah SWT juga memerintahkan malaikat untuk mencatat perbuatan baik dan buruk yang kita lakukan 24 jam setiap hari," ujar Zafira membuka perbincangan di meja makan.
Mendapat pernyataan demikian, anaknya Toni, terkaget. Setelah selesai menyantap makanan ia pun mendekati ibunya dan kemudian cerita bahwa ia baru saja menemukan uang Rp 10.000 di dekat meja tamu dan kini ia simpan. "Ini aku kembalikan bu. Aku takut Allah SWT memarahiku," ujar Toni sembari menyodorkan uang Rp 10.000.
Zafira tak marah. Ia juga meminta uang itu disimpan kembali oleh anaknya. Hanya saja Zafira lantas menasihati bahwa jika itu bukan haknya jangan diambil. Demikian halnya saat Toni berada di luar rumah, Zafira meminta agar senantiasa mematuhi perintah Allah SWT. "Ibu tidak bisa mengawasimu setiap saat. Tapi ibu yakin, kalau kamu selalu diawasi oleh Allah SWT," ujar Zafira.
Cara-cara persuasif seperti ini rupanya diterima dengan baik oleh anak-anaknya. Si sulung Toni dan si bungsu Sabrina menjadi pribadi soleh dan solehah. Di saat kawan-kawannya melakukan tindakan tidak baik seperti merokok, bolos sekolah dan ikut tawuran pelajar, anaknya memilih menjauhi hal-hal negatif tersebut.
Bahkan, Toni yang saat ini hendak masuk gerbang perkuliahan kini juga aktif mengajar Iqra anak-anak di musala tak jauh dari rumahnya. Zafira sangat bersyukur benih kebaikan yang ia tanam sejak anaknya kecil kini bisa dipetik. Mereka tumbuh menjadi orang-orang yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. (Oin)

Kamis, 17 September 2015

Ayam Hias

Kencur dan Jahe

Sehatkan Ayam Hias

ANEKA ayam hias mempunyai penampilan khas, sehingga enak dilihat walaupun ditempatkan di kandang. Selain itu suara kokoknya yang jenis jantan mampu memberikan nuansa alami. Penempatan kandang ayam hias, selain di kompleks tempat tinggal, dapat juga kompleks bangunan lain seperti hotel ataupun wisma.
Seperti halnya saat menyambangi Wisma Aji di kawasan Jalan Ringroad Utara Sleman akan menemukan sejumlah kandang ayam hias.  Jenis ayam hiasnya, yakni bekisar, kate, ketawa, kapas, mutiara dan kalkun. Dalam satu kandang ada sepasang ayam dan sebagian sudah mau bertelur. Hanya saja setiap dierami, bahkan ada yang dicoba menggunakan mesin tetas, namun belum ada yang bisa menetas.
“Mungkin dipengaruhi faktor kandang yang kurang luas ataupun ayamnya terutama yang betina masih muda-muda,” jelas tukang kebun sekaligus perawat ayam di wisma setempat, Kliwon, kemarin.
Ditambahkan Kliwon, sampai saat ini ayam-ayam yang dirawatnya sehat-sehat dan belum pernah ada yang mati. Kiat yang diterapkan, yakni menjaga kebersihan lingkungan serta rutin member jamu terbuat dari kencur dan jahe yang direbus. Hasilnya dicampurkan pada wadah minuman. Selain itu makanannya terdiri dari campuran bekatul, beras merah dan jagung juga dicampur produk vitamin buatan pabrik. Secara berkala diberi juga irisan sayur seperti kangkung dan sawi.
Sales manager wisma setempat, Sutrisna menjelaskan, ide adanya kandang ayam hias kompleks wisma berasal dari pemiliknya langsung. Termasuk juga yang membeli ayam-ayamnya dan untuk merawat diserahkan sepenuhnya Kliwon. Ia sendiri mengaku adanya kokok-kokok ayam kian menambah suasana alami serta kekhasan wisma setempat. (Yan) 

                                                                              MERAPI-SULISTYANTO
Ayam-ayam hias yang berada di kompleks Wisma Aji.

BREEDER KUCING BENGAL

Motif Totol Berharga Puluhan Juta


PERTAMA kali melihat binatang satu ini pasti mengira jika ada seekor anak macan berkeliaran bebas. Tetapi jangan khawatir, 'anak macan' satu ini tidak buas apalagi menggigit. Karena anak macan imut ini adalah seekor kucing Bengal. Motif bulunya yang menyerupai macan ini pula yang menyebabkan kucing bengal berumur empat bulan bisa menembus angka Rp 35 juta.
Satu-satunya pembiak kucing bengal di Yogyakarta, Rio Boaz Wibowo (33) mengatakan anakan kucing bengal miliknya biasa dijual berdasarkan tiga kategori. Untuk kucing bengal kualitas breed (ternak) dijual seharga Rp 15 juta. Sedangkan untuk kualitas show dijual di atas Rp 30 juta dan kualitas top show bisa mencapai lebih dari Rp 35 juta. "Kalau yang kualitas top show sudah mendekati sempurna, marking atau motif bulunya tajam, anatomi tubuhnya juga bagus dan karakternya juga jinak," papar Rio saat ditemui di pet shop miliknya di Jalan Nglaren Sari, Condongcatur, Depok, Sleman baru-baru ini.
Ayah dari satu putri cantik ini mengaku sejak tahun 2010 sudah bergabung ke Indonesian Cat Association. Baru kemudian pada tahun 2011 menjadi breeder kucing bengal. Tapi selain kucing bengal, kala itu Rio masih membiakkan pula beberapa kucing ras lain seperti Persia, Maine Coon, Sphynx, Eksotik. Hingga akhirnya pada tahun 2013, Rio benar-benar fokus hanya membiakkan kucing bengal.
"Awalnya malah tidak melihat uang yang dihasilkan atau kucing jenis ini bakal disukai pasar. Tapi saya passionnya justru ke bengal karena kesannya lebih gagah. Apalagi dulu saya juga pengen memelihara macan kecil," papar Rio.
Untuk mendapatkan anakan berkualitas, Rio mendatangkan sejumlah indukan langsung dari beberapa negara seperti Jerman, Rusia dan Malaysia. Harga indukan paling mahal yang pernah dibelinya sebesar Rp 70 juta. Saat ini Rio memiliki sembilan indukan yang terdiri dari enam betina dan tiga ekor pejantan. Sedangkan anakannya baru ada empat ekor.
Harganya yang relatif mahal ini menyebabkan anakan kucing bengal dibeli oleh orang-orang dari kalangan menengah ke atas. Salah satunya seorang dekan di UGM, seorang dokter di Bethesda dan beberapa pengusaha.  Adapula pembeli dari luar Yogya. Selama ini Rio pernah juga mengirim ke Bandung, Jakarta, Surabaya, Trenggalek dan yang terdekat yakni pembeli dari Klaten. "Biasanya sudah pada inden sejak umur dua bulan, tapi saya biasa memberikan ke pembeli ketika usia empat bulan. Di usia segitu sudah diberikan dua kali vaksin," ungkap Rio.
Rio menambahkan sekali melahirkan kucing bengal bisa langsung 3-4 ekor. Tapi kucing ini cukup pintar karena proses melahirkannya tidak perlu ditunggu pemiliknya. Kucing bengal ini, lanjut Rio, termasuk kucing yang jarang sakit. Salah satu kucing yang diimpor dari Jerman pun tidak bermasalah meski mengalami perubahan cuaca dari Jerman ke Indonesia. Selain itu perawatannya juga cukup mudah karena bulunya tergolong bulu pendek. Sehingga tidak membutuhkan waktu ekstra untuk menyisiri bulunya. Mengusung nama 'Sweet Robo Cattery' Rio biasa menjual anakan bengal dengan kualitas jempol. Selain itu indukan miliknya juga pernah menyabet sejumlah penghargaan di beberapa daerah. Belum lama ini, kucing bengal miliknya menjuarai Internasional Cat Show yang diselenggarakan di UKDW. Sedangkan penghargaan Best In Show juga pernah diraihnya dalam perlombaan di Yogya dan Solo. "Biasanya saya ikut lomba di wilayah Jawa Timur, seperti di Surabaya, Madiun dan Malang. Besok bulan Desember rencana mau ikut lomba ke Jakarta dan Bandung," beber pria kelahiran Yogyakarta, 7 Juni 1982 ini. (Tiw) 

                                                                    MERAPI - MAHAR PRASTIWI
Rio Boaz Wibowo saat mengajak bermain kucing bengal miliknya.