Jumat, 28 Agustus 2015

Hidayah

Kecewakan Orangtua

Kesulitan pun Menghadang


BINTARTI (semua nama disamarkan) adalah sosok wanita yang cerdas tapi ambisius. Ia ingin bisa mencapai posisi manager sehingga mengorbankan banyak waktunya kerja di kantor. Lantaran sibuk di kantor, orangtuanya sempat protes lantaran dia adalah anak satu-satunya.
"<I>Mbok<P> kamu itu sewajarnya saja bekerja. <I>Masak<P> berangkat jam 6 pagi pulang jam 9 malam. Itu nggak baik buat kamu," ujar Fatimah, ibunda Bintarti. Ayahnya yang duduk di sebelah Fatimah pun menasihati demikian.
Namun, karena sudah berorientasi materi, Bintarti tak menggubris nasihat orangtuanya. "Hanya dengan bekerja keras, bisa dapat uang banyak. Toh, uang hasil keringatku juga sebagian besar aku berikan buat bapak-ibu. Sudahlah, tidak perlu khawatir," jawab Bintarti.
Orangtuanya yang merupakan pensiuanan PNS sejatinya tak ingin anaknya bekerja seperti itu. Sebab, dengan uang pensiun sudah bisa mencukupi kebutuhan. Ia ingin anaknya itu mengedepankan pernikahan agar segera dapat menimang cucu.
Lantaran nasihat tak pernah diperhatikan, Fatimah pun sakit hati. Dia mulai mendiamkan anaknya yang gila kerja itu. Saat berangkat pagi, ia sengaja tidak keluar dari kamar agar tidak dipamiti. Demikian halnya saat pulang malam, Fatimah juga tak menyambut anaknya itu.
Hal ini dilakukan supaya Bintarti sadar bahwa orangtuanya kecewa terhadap keputusannya yang kerja dari pagi hingga larut malam. Meski sudah melakukan aksi protes halus tersebut, Bintarti tak juga sadar. Bahkan, sudah lebih dari satu bulan ibunya tak menyambut kehadirannya, Bintarti tetap cuek.
Hingga akhirnya, karena kelelahan bekerja, Bintarti jatuh sakit. Ia pingsan di kantornya saat mengerjakan tugas lembur. Oleh kawan-kawan dan satpam kantor, Bintarti langsung dilarikan ke rumah sakit. Kawan-kawannya pun langsung memberi kabar kepada orangtua Bintarti. Dengan langkah gontai mereka menjenguk anaknya di rumah sakit.
Tak ada kata-kata yang terucap dari orangtuanya melihat anaknya jatuh sakit. Fatimah dan suaminya hanya menunggui sebentar di rumah sakit lalu malamnya mereka pulang. Mereka memilih tidak menunggu anakanya di rumah sakit lantaran masih sakit hati dengan perilaku Bintarti.
Mendapat perlakuan demikian, Bintarti mulai tersadar. Ambisinya untuk meraih jabatan tinggi ternyata tak direstui orangtuanya. Alhasil selama sakit 5 hari, dia tidak ditunggui orangtuanya. Meski begitu ia tidak marah. Justru Bintarti berniat meminta maaf kepada orangtuanya.
Sekembalinya di rumah, Bintarti meminta maaf atas kekeliruannya selama ini. Orangtuanya pun bersikap legawa dan meminta Bintarti mengubah perilaku yang gila kerja. "Jangan terlena dengan dunia. Kamu harus mengedepankan kepentingan akhirat. Menikahlah kalau sudah ada calon suami dan kamu cocok," pinta Fatimah.
Ia mulai mengubah ritme kerja. Ia meminta kelonggaran kepada pimpinan untuk bekerja sesuai dengan jam kantor. Yakni pukul 08.00 hingga 16.00. Dengan alasan yang logis, bosnya mengizinkan. Karena mengikuti petunjuk orangtua, ia justru dipromosikan sebagai wakil manager, tiga bulan kemudian. Pimpinannya menilai, upayanya terdahulu kerja keras layak diapresiasi dengan kenaikan pangkat.
Saat suatu sore rumahnya mengadakan pengajian umum, ia bertemu dengan seorang pria, anak dari ustaz pengisi tausiyah. Hal ini tak mungkin terjadi bila Bintarti masih pulang malam.
"Kalau kamu menurut perkataan ibu sejak dulu, mungkin jodohmu juga gampang. Tapi kamu sukanya ngeyel," ujar Fatimah setengah bercanda. Kini Bintarti bersiap untuk melenggang ke gerbang pernikahan. Ia amat bersyukur lantaran mendapatkan calon suami yang saleh. (Oin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar